Kamis, 22 Desember 2011

Cerpen *Apalah Arti Cinta

By:  Nurul Rizky Pramita
                                        Apalah Arti Cinta
                                Bila aku tak bisa memilikimu

                Semua orang selalu bilang, “kita akan bahagia, kalau melihat orang yang kita sayang juga bahagia”. Ya, itu memang benar, sangat benar malahan. Tapi, bagaimana kalau kita melihat orang yang kita sayangi itu malah bahagia dengan ‘orang lain’? Apa kita akan tetap bahagia juga? Tentu saja itu cerita berbeda! Setidaknya, itu menurutku. Hanya orang munafik yang mengatakan akan tetap bahagia, bukan? Mungkin memang terdengar egois. Tapi, apa peduliku? Semua orang juga ingin bahagia dengan cara yang membuat mereka puas, kan?
                Sakit. Apakah kata itu memiliki arti yang sama dengan kata ‘bahagia’? Tentu saja tidak! Hei, kalian! Berhentilah menjadi ‘sok’ tegar. Buat apa membohongi perasaan sendiri?
                Entah kenapa, semua orang selalu percaya kata ‘sabar’. Apakah kita memang harus selalu bersabar? Hei, sadar! Semua manusia juga punya batas kesabaran, kan? Memang Tuhan berkata, “orang yang bersabar, pasti akan mendapat kebahagiaan pada akhirnya”. Yaah, aku juga percaya itu, tentunya. Tapi, tak bisa kupungkiri juga, aku bukan cuma membutuhkan ‘happy ending’, bukankah semua orang juga mendambakan dapat berperan pada cerita yang isinya juga bahagia?
                Mungkin aku memang terdengar sebagai hamba yang kurang bersyukur, tapi yang kubutuhkan saat ini hanya satu. Tak lebih! Aku ingin bahagia bersamanya! Apakah itu permintaan yang muluk? Apakah  sulit dikabulkan dengan latar kehidupanku? Aku tak pernah meminta jadi kaya, cantik, pintar, ataupun populer. Tapi kenapa, hanya untuk mendapatkannya begitu sulit? Aku sadar, perbedaanku dengannya memang bagaikan ‘langit dan bumi’. Tapi, bukankah cinta tak memandang apapun?
                               Apalah arti cinta
                                Bila pada akhirnya, takkan menyatu
                “Gue sadar perbedaan kita, Mal”, ucapku getir pada sosok penyemangat hidupku itu. “Gue gak perduli itu,Mit.. Gue janji, kita akan slalu bersama”. Ah.. Ketulusannya benar-benar menyadarkanku. Aku tersenyum, aku benar-benar percaya padanya. Bahkan, pada saat ia mengatakan bahwa bulan itu berbentuk kubus dan bukan bola, pun, aku akan mempercayainya.
                Ia memelukku. Hangat. Oh Tuhan, hanya satu permintaan hambamu ini, abadikan cinta kami.
                                Sesulit ini kah jalan takdirku
                                Yang tak inginkan kita bahagia
                “mit..”, panggilnya padaku. Entah kenapa, nada suaranya terdengar ragu-ragu dan bergetar. “Hm?”, jawabku singkat. Ah.. Aku memang jahat, padahal aku sudah mendengar nada suaranya itu, namun entah kenapa pandanganku masih tetap ke objek yang begitu mempesona itu. Awan dan matahari. Mengapa awan dan matahari? Bukankah semua orang tau, kalau objek yang paling mempesona adalah ‘bulan dan bintang’? Yaah, melihat bintang dan bulan di malam hari memang terdengar sangat romantis. Tapi, entahlah apa yang kami fikirkan tentang itu. Menurutku, asalkan kami slalu bersama, itu tidak masalah.
                “Awaan..”, ucapnya lagi padaku. Awan. Ya, itulah panggilannya padaku. “Knapa sih, Matahari?”, tanyaku sambil mengalihkan pandangan padanya. Rajasa Ikmal Tobing adalah Matahari bagiku. Sosok penyemangat yang benar mirip matahari yang tak pernah lelah menyombongkan sinarnya yang tak pernah redup itu. Dan baginya, aku, Cameria Happy Pramita adalah Awan. Awan yang menutupi panas matahari, itulah pengibaratannya. Aku adalah sosok yang menutupi kekurangannya, terangnya dulu. Padahal aku yang notabene pacarnya selama 3 tahun ini, masih tak pernah mengetahui kekurangannya sampai sekarang. Paling, hanya kebiasaan-kebiasaan jeleknya saja.
                Ia menatap bola mataku dalam-dalam. Namun, yang kulihat dari matanya malahan sebuah tatapan yang amat sendu. Sangat berbeda dengan yang biasanya. Tidak cerah, tidak bersemangat, dan tidak sumringah. Aku mengerutkan kening. “Lo sakit, Mal?”, ucapku cemas. Sangat cemas malahan. Baru kali ini aku melihatnya seperti ini, sejak kami ‘pacaran’ memang. Sebelum pacaran, ia memang sering bermasalah dengan keluarganya. Dan aku tau, karna aku-lah tempat ia mencurahkan isi hatinya. Tapi setelah kami pacaran, ia tak pernah memusingkannya lagi, karna ada aku, itu katanya.
                Ia tersadar dan segera mengalihkan wajahnya mendongak menatap langit, sambil memperhatikan objek yang kami anggap mempesona itu, sama seperti yang kulakukan tadi. Aku tak mengikutinya, aku tetap memandang setiap lekukan wajahnya. Wajah orang yang kucintai ini. Wajahnya, terlihat pucat. Sakit? Bukan! Bukan pucat seperti orang yang sedang sakit, tapi seperti punya beban berat dalam fikirannya. Apa dia punya masalah keluarga lagi? Aku terus berfikir dalam hati sambil mengalihkan pandanganku. Aku menunduk penuh kebingungan. Apa mungkin ini hanya perasaanku saja? Yaah, Ikmal memang pernah mengatakan bahwa aku ini adalah seorang gadis yang lugu dan amat polos.
                “Mita..”, panggilnya menyadarkanku dari lamunan. Ah, akhirnya setelah 5 menit dalam diam, ia akhirnya mau angkat bicara juga. Tapi, entah kenapa nada bicaranya terdengar manja, sangat berbeda dengan yang tadi.
                “Apa, Mal?”, tanyaku lagi. Ia menidurkan kepalanya di pangkuanku, membuatku jadi salah tingkah karna kaget.
                “Aku sayang kamu, Mita.. Aku gak perduli, walaupun kamu dari keluarga biasa-biasa..”, ucapnya benar-benar tulus. Aku tersenyum mendengarnya, tanpa memusingkan kenapa Ikmal yang tak kalah childish-nya denganku ini tiba-tiba berkata seperti itu. Di samping sifat dewasanya, memang jelas juga terlihat sifat kekanak-kanakannya.
                “Mit.. Kamu janji satu hal sama aku ya?”, ucapnya sambil dengan manja mengelus rambutku.
                “Tentu saja..”, jawabku mantap.
                “Apapun itu?”, tambahnya lagi. Aku menyipitkan mata, aku menjadi ragu untuk berjanji dengannya.
                “Iyaa.. Apapun itu”, jawabku akhirnya.
                “Janji. Kamu bakal selalu bahagia dan gak bakal pernah sedih”, ucapnya. Aku tertawa renyah.
                “Janji”, jawabku enteng. Tidak, aku tak berniat sedikitpun untuk mengingkari itu kok. Aku akan tetap bahagia walaupun cobaan yang kuhadapi sangat berat, ‘asalkan ada dia’.
                “Walaupun tanpa aku?”, sambungnya yang sangat berhasil membuatku melototkan mata.
                “Apa? Kamu bilang apa, Mal? Jangan aneh-aneh ah!”, ucapku kesal. Aku benar-benar tidak suka saat ia berkata seperti itu. Ia bangkit dari posisi tidurnya. Lalu ia duduk sambil mendongak lagi ke langit. Tidak berbeda dengan yang tadi dilakukannya.
                “Coba liat awan dan matahari itu, Mit”, ucapnya sambil menunjuk langit. Aku ikut mendongak. “Awan itu gak selamanya di dekat matahari, kan? Pasti ada angin yang datang ngusir awan dari matahari”, terangnya. Selama ini, aku belum pernah berfikir sampai seperti itu. Perkataan Ikmal memang benar, tapi.. Hei! Apa maksudnya? Kuulang kata-katanya dan kucerna baik-baik. Ah! Aku mengerti! Seketika itu pula badanku seperti tersambar petir. Untuk apa kamu ngomong gitu,MAl?!
                “Ma.. Maksud kamu apa ngomong kayak gitu, Mal? Kamu gak…”, ucapku terbata-bata. Suaraku bergetar. Aku benar-benar ‘shock’.
                “Maaf, Mit.. Tapi aku gak bisa pungkiri bakal ada pihak ke-tiga, Angin. Angin yang bakal ngusir kamu, Awan”, ucapnya dengan suara yang terdengar sangat memilukan. Aku tau dia mengatakan itu dengan penuh penyesalan, tapi.. Apakah ia harus berkata terus terang seperti itu? Sangat menyakitkan bagiku.
                “Kamu.. Selingkuh, Mal?”, tanyaku ragu. Aku menggeleng kepala tidak percaya dan segera bangkit dari duduk. Aku berjalan selangkah mundur ke belakang. Saat aku hendak berbalik untuk pergi sebelum air mataku benar-benar bobol, ia menarik tanganku.
                “Lepasin! Lepasin, Mal!”, teriakku kesal. Butiran-butiran bening memilukan itu turun dengan derasnya dari kelopak mataku, seolah-olah hujan lebat turun dari awan. Aku memukul dadanya dengan kedua tanganku. Dasar lelaki! Semuanya pembohong dan hanya bisa menyakiti wanita!
                “Dengerin aku dulu, Mit..”, ucapnya. Arrgh! Dasar cowok tukang melas! Aku sakit hati, Mal! tapi aku gak bisa benci kamu.
                Ia memegang tanganku dan menariknya hingga tubuhku tertarik kepelukannya. Aku masih saja terisak. “Kenapa, Mal? Kenapa?”, tanyaku dalam pelukannya. Ia melepas pelukannya, lalu memegang kedua bahuku.
                “Dengar dan tolong ngertiin ini, Mit”, tegasnya. Aku terdiam dan masih mencoba mengontrol volume tangisku. “Apa?”, tanyaku dingin.
                “Aku dijodohin sama ortuku”, ucapnya sambil menunduk. Ouch! Badanku kali ini benar-benar sangat lemas, lututku bergetar hebat. Ah! Aku gak boleh pingsan sekarang, aku harus mendengar penjelasan dari mulut penuh omong kosong---setidaknya dari laki-laki ini. “Dan aku gak bisa nolak”, sambungnya. Arrgh! Hentikan! Cukup, MAl! Enough! Aku gak mau dengar lagi! “Aku….”
                “Stop, Mal! Jadi, kamu mau gitu, dijodohin sama orang yang gak kamu cinta? Yang kamu cinta itu aku, kan, Mal?”, ucapku dengan suara yang bergetar.
                “Aku memang cinta kamu, Mit.. Cinta banget. Tapi, kata Papaku, cinta itu bisa datang karna ada kebersamaan. Jadi, Papa nyuruh aku ngelupain kamu dan mencoba mencintai gadis itu”, terangnya lagi.
“Kamu emang benar, Mal. Cinta memang bisa datang belakangan, tapi kalau kamu udah ada aku, untuk apa mencoba mencintai cewek lain?”Ucapku dalam hati
                “Siapa cewek itu, ?”, tanyaku lagi.
                “Dara, Dara Rizki Ruhiana”, jawabnya ragu.
Oke! Untuk kedua kalinya, petir datang menyambarku. Ya, Tuhan.. Apa memang Kau tak mengizinkan hamba bersama orang yang hamba cintai? Aku tau, Dara Rizki Ruhiana Itu adalah seorang gadis ‘perfect’. Dia anak baru di kelasku. Ya, dia memang cantik, bertalenta, kaya, populer, dan baik. Aku memang kalah jauh dibanding dia.
                “Oke kalau gitu, Mal.. Lagipula, dari dulu aku udah tau perbedaan kita. Dara  emang gadis yang selevel denganmu, Mal. Gak kayak aku, gadis miskin yang bodoh. Semoga saja kamu gak bohongin aku selama ini, setidaknya”, ucapku pedas. Entahlah,
aku tak perduli apa Ikmal merasa tersindir atau tidak. Tapi, aku memang benar-benar benci dengan hal ini! Coba kalian bayangkan berada di posisiku. Orang yang kalian sangat sayangi, justru akan dijodohkan dengan orang lain yang lebih ‘perfect’ dibanding kalian. Apa yang kalian rasakan? Sakit hati, iri dan cemburu menjadi satu? Kenapa orang yang ‘biasa-biasa’ sangat susah mendapat kebahagiaan? Sedangkan orang ‘kaya’ dengan mudahnya merebut kebahagiaan orang biasa-biasa itu. Hei! Ini sangat tidak adil!
                Ikmal  termangu. Mungkin dia tidak menyangka kalau aku bisa menyindirnya. Aku segera berlari meninggalkannya. Ikmal!
 
                                Bila aku tak berujung denganmu
                                Biarkan kisah ini kukenang s’lamanya
                                Tuhan, tolong, buang rasa cintaku
                                Jika tak kau izinkan aku bersamanya
 
Sabtu, 19 Juni 2011

                Hari ini, tepat 8 bulan berakhirnya hubunganku dengan Ikmal. Aku bersiap-siap untuk pergi. Kemana? Tentu saja ke acara pertunangan Ikmal dengan Dara. Yaah, setidaknya mereka masih mau mengundangku ke acara ‘terhormat’ itu. Dengan bantuan Bunda dan Icez, kakakku, aku berdandan untuk menghadiri acara yang ‘wah’ itu.
                Dan sekarang, inilah aku, berdiri di depan kaca sambil melongo hebat. “Benarkah ini aku?”. Kuulang sesering mungkin pertanyaan itu supaya aku bisa percaya.
                “Ya, Sayang.. Itu memang kamu. Anak Bunda yang cantik”, ucap Bunda sambil tersenyum puas.
                “Kamu sih.. Gak pernah dandan cantik-cantik, padahal Kak Icez mau lho ngebantuin kamu sesering mungkin. Asal kamu jadi cantik deh pokonya”, ucap Kak Icez dengan gaya khas-nya.
                “Yee.. Jadi aku cuma cantik sekarang aja nih?”, kataku protes.
                “Gak juga kali, Mitun”, ucap Kak Icez lagi sambil mencubit pipiku pelan.
                “Apaan sih, Kak”, ucapku sambil manyun. Namun, perasaan tidak percaya itu masih tetap berlalu-lalang di fikiranku.
                Astaga, lihat ini! Diriku yang memakai gaun berwarna putih susu selutut, dengan bando putih polos yang menghiasi rambutku . Ditambah dengan anting-anting berbentuk ‘bintang’. Untuk sepatu, aku memakai flat shoes atau apalah namanya tadi yang berwarna putih juga, tentunya. Kata Kak Icez, karna aku gak pandai pakai high heels, jadi pakai flat shoes saja. Dan sentuhan terakhir, make up ku yang tidak menor, just natural. Itu semua membuatku benar-benar terkesima tidak percaya. Cantik! Dan itu tanpa maksud menyombongkan diri. Aku terlihat… Perfect!#Bayangin sendiri gimana kakMita dandan kaya gitu

                Tin.. Tin..
                Klakson sebuah mobil berbunyi. Ah! Itu pasti Ijal, pacarku. Pacar? Yap, dia pacarku, lelaki yang menggantikan posisi IKmal. Ijal  adalah sesosok lelaki hebat. Dia mempunyai sorot mata yang membuat orang tidak mampu berbohong dengannya. Dia juga penyemangat bagiku. Bahkan, ehm.. Bukan bermaksud membandingkan, Ijal adalah lelaki yang lebih baik dari IKmal, dalam segi apapun itu. Dan yang membuatku sangat senang,  orang tuanya telah menyetujui hubungan kami. Dan aku sangat yakin, ialah cinta terakhirku. Walaupun.. Sampai sekarang aku tak pernah melupakan Ikmal. Ya, sekarang aku mempedomani perkataan Papa Ikmal, “Cinta itu bisa datang karna adanya kebersamaan”. Pada awal pacaran dengan Ijal, aku memang tidak terlalu mencintainya, tapi sekarang.. Dialah pemilik hatiku sepenuhnya. Walaupun, dalam fikiranku masih ada ruang untuk Ikmal. Hei! Itu cuma sekedar kenangan. Kenangan bukan untuk dilupakan, kan?
                Setelah pamit dengan Bunda dan Kak Icez, aku segera memasuki mobilnya, Honda CR-V hitam. Terlihat ia memakai tuxedo putih, dengan kemeja hitam di dalamnya. Ditambah celana putih dengan sepatu hitam. Ia juga memakai kalung berbandul ‘bulan’ sabit. Terakhir, jam tangan hitam favoritnya yang dipasang di tangan kiri. Benar-benar serasi denganku. Benar-benar keren, apalagi dengan gaya rambutnya yang acak-acakan. Hei! Ini tidak disengaja, hanya ‘kebetulan’. Aah.. Terima kasih Tuhan, Kau berikan aku pengganti yang lebih baik.
                “Lo cantik banget, MIt”, ucapnya sambil menatapku lekat-lekat dari atas sampai ke bawah, membuatku jadi salah tingkah.
                “Hehe.. Makasih ya, Jal. Lo juga keren banget”, pujiku jujur. Kami-pun langsung tancap gas ke acara pertunangan Ikmal dan Dara itu.
                “Hy, Mal. Hy, Dar”, sapaku ke mereka berdua.
                “Hy, Mit..”, jawab Dara tersenyum tulus. Ah, syukurlah.. Ikmal mendapatkan Dara yang baik sekali. Tapi, daritadi Ikmal Cuma ‘speechless’, kaget mungkin karna kedatanganku. Dan dari situ aku tau, bahwa Dara-lah yang mengundangku.
                “Hy, Mal! Kenapa gue di diemin”, kataku sambil manyun untuk mencairkan suasana.
                “Eh? Hy, Mit..”, sapanya kaget.
                “Kenalin nih. Ini Ijal, pacar gue”, ucapku tersenyum sambil mengenalkan Ijal ke mereka berdua. Kaget. Ya, sangat kaget. Itu adalah ekspresi wajah Ikmal.
                “Lo Ijal, pewaris tunggal Mar’s Group?”, tanya Dara gak percaya, mungkin.
                “Yaa..”, jawab Ijal singkat.
                “Eh, selamat yaah, Dar, Mal.. Moga-moga langgeng”, ucapku. Mereka berdua mengangguk.
                “Gue juga ngucapin deh.. Congrats yoo.. Long last”, tambah Ijal.
                “Thanks. Kalian long last juga yaa”, ucap Dara lembut.
                “Siip.., jawab kami berdua.
                “Lo napa, Mal? Diem mulu deh.. Senyum doong.. Ntar tamunya pada kabur lhoo”, candaku.
                “Gak ada.. Gue cuma pangling, lo cantik banget hari ini, Mit..”, ucapnya. DEG! Aku jadi salah tingkah lagi. Gak boleh kayak gini! Aku udah punya Ijal.
                “Ehm!”. Ijal dan Dara berdehem. Yaah, Ijal dan Dara memang sudah tau hubunganku dengan Ikmal dulu.
                “Thanks ya, Mal”, ucapku sedikit gugup. “Oh ya, nih buat lo, Mal”, sambungku sambil memberikan sebuah surat ke Ikmal. Ikmal menerimanya dengan ragu. “Tenang aja, Dar.. Gue udah ada Ijal, kok”, tambahku sambil mengedipkan sebelah mata dan merangkul manja Ijal. Wajah Dara, langsung bersemu merah.
                “Eh, udah dulu yaa.. Kami balik dulu”, pamit Ijal. Kami-pun pergi. Kulihat Ikmal membuka surat dariku itu, yang berisi :
 
                “Dear.. Ikmal..
 
                Hehe.. Congrats yaah? Moga-moga long last :) Aku tau, Dara emang yang the best buat kamu. Dan benar kata Papa kamu, cinta itu bisa datang karna ada kebersamaan. Setidaknya hubunganku dengan Ijal, dan kamu dengan Dara, begitukan?
                Oya, bagiku kamu tetap sang Matahari, dan Dara adalah Angin. Jangan kaget lhoo.. Maksud aku, matahari dan angin itu kan penting banget buat manusia. Dan emang awan gak bisa slalu bersama matahari, tapi aku akan coba jadi sahabat yang slalu ada buat kamu, Mal :D
                So, jangan lupain ato ngeganti posisi aku sebagai ‘awan’ yah?    
                Selain jadi Awan, aku sekarang jadi Bintang loh, tentunya buat Bulanku, Ijal;) Hehhe.. Kamu mau tau pengibaratannya? Bintang dan Bulan kan emang slalu bersama :) Simple emang, tapi ‘banyak’ artian lain yang gag bisa aku jelasin. Cahaya bulan emang pantulan dari sinar matahari, tapi bukan berarti sinarnya Ijal kalah dari kamu lhoo :p Hehe.. Just Kidding, tapi emang.. Ijal itu bagaikan Bulan yang bisa gantiin Matahari kalo udah malam :) Tau-tau ajalah artinya ;) Oke, jangan tersinggung yaah?
                                Inilah saatnya
                                Aku harus melepaskan dirimu

Thanks and Sorry :)
                                                                                                                                                                                                             Cameria Happy Pramita”
 
###
The End
 
Sorry kalo jelek , ancur , dan sebagai-nya . .
Like and Comment , please !
Jgn di COpast (Don't reupload)
by : Nurul Rizky Pramita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

coment-coment Vty, Mrz, Dlz